Oleh: Indra Wijaya
wijaya@tempo.co.id
TEMPO.CO - Di Pangkalan Udara Iswahyudi, Magetan, Jawa Timur, sebelas pesawat tempur dengan hidung runcing diparkir. Sudah berbulan-bulan knalpot ganda mereka tak lagi mengeluarkan api. Tujuh unit di antaranya memang sudah tak bisa terbang. Satu unit sedang dalam perawatan. Hanya tiga unit yang masih bisa mengudara. Tapi itu pun sudah dilarang, karena khawatir membahayakan.
Usia pesawat F-5 Tiger buatan Northrop-Grumman, Amerika Serikat, itu lumayan uzur. Datang pertama kali ke Indonesia pada 21 April 1980, umur mereka 35 tahun. Seperti atlet olahraga, pesawat tempur punya masa aktif yang lebih pendek daripada pesawat lain, karena dituntut bergerak cepat dan gesit. Umurnya bisa semakin pendek lagi karena perawatannya terhambat ketersediaan suku cadang—terutama saat ada embargo dari Amerika pada 1990-an.
Seorang pejabat di Kementerian Pertahanan menyebut bahwa salah satu perusahaan yang berminat untuk mengisi kekosongan itu adalah SAAB. Perusahaan Swedia ini kini memang sedang gencar menjalin kerja sama dengan sejumlah kalangan di sekitar Kementerian Pertahanan. Menurut pejabat itu, kerja sama yang ditawarkan SAAB merupakan upaya perkenalan sebelum proses tender pengganti F-5 dibuka. “Itu sah saja dilakukan sebuah perusahaan peralatan militer yang hendak ikut tender. Lagi pula tender pengganti F-5 belum dibuka,” kata pejabat tersebut, dua pekan lalu.
SAAB—meski belakangan dikenal sebagai merek mobil—sebenarnya adalah produsen sistem persenjataan yang cukup tersohor. Produknya antara lain pesawat tempur, kapal selam, aneka rudal, dan radar.
Peter Carlqvist—Kepala Perwakilan SAAB untuk Indonesia dan Filipina—membenarkan kabar bahwa perusahaannya sedang bekerja keras meyakinkan pemerintah bahwa JAS 39 Gripen merupakan pengganti terbaik F-5 Tiger TNI AU. Salah satu sebabnya adalah biaya terbang yang rendah. “Kami juga menawarkan alih teknologi komplet hingga perakitan akhir Gripen di Indonesia,” kata Carlqvist.
Selanjutnya >> Pesawat tempur yang diincar TNI AU...